Content Created with the help of AI |
Daftar Isi
Marhaenisme, sebuah ideologi yang lahir dari pemikiran Soekarno, telah menjadi bagian dari sejarah dan gerakan politik Indonesia sejak masa perjuangan kemerdekaan. Dengan semangat memperjuangkan kaum marhaen—golongan rakyat kecil yang tertindas dan termarjinalkan oleh sistem ekonomi yang tidak adil—Marhaenisme menawarkan visi tentang keadilan sosial dan kemandirian yang relevan untuk tantangan sosial-ekonomi di Indonesia dan dunia. Di era modern, ketika ketimpangan dan ketidakadilan masih menjadi masalah utama, pertanyaannya adalah: sejauh mana ideologi Marhaenisme masih memiliki pengaruh dan relevansi dalam politik kontemporer? Artikel ini akan mengeksplorasi pengaruh Marhaenisme dalam politik modern, serta bagaimana semangat perjuangan rakyat kecil ini tetap hidup dalam berbagai agenda politik dan kebijakan sosial hari ini.
Marhaenisme: Ideologi Rakyat Kecil yang Menentang Ketidakadilan
Marhaenisme adalah ideologi yang digagas oleh Soekarno berdasarkan pengamatannya terhadap masyarakat Indonesia pada masa kolonial. Ide ini berakar pada pandangan Soekarno terhadap seorang petani bernama Marhaen yang ia temui di pedesaan Jawa Barat. Petani tersebut memiliki alat dan tanah sendiri namun tetap hidup dalam kesulitan karena sistem ekonomi kolonial yang menindas. Soekarno menggunakan nama “Marhaen” sebagai simbol perjuangan rakyat Indonesia melawan ketidakadilan ekonomi dan penindasan sosial yang disebabkan oleh kekuasaan kolonial serta eksploitasi kapitalis.
Menurut Soekarno, Marhaenisme merupakan ideologi yang memperjuangkan hak-hak golongan kecil, petani, buruh, dan masyarakat marjinal. Dalam Marhaenisme, prinsip utama adalah bahwa setiap rakyat harus memiliki alat produksi agar bisa hidup dengan mandiri, tanpa tergantung pada pihak-pihak yang memiliki modal besar. Inilah yang menjadikan Marhaenisme bukan hanya sebuah ideologi politik, tetapi juga gerakan yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat bawah, anti-kolonialisme, dan anti-eksploitasi.
Pengaruh Marhaenisme dalam Politik Indonesia Pasca-Kemerdekaan
Pasca-kemerdekaan, Marhaenisme menjadi fondasi bagi kebijakan ekonomi dan sosial Indonesia. Selama masa kepemimpinannya, Soekarno mengusung nilai-nilai Marhaenisme melalui berbagai kebijakan yang berfokus pada nasionalisasi aset, pembangunan industri dalam negeri, dan penyediaan akses yang lebih luas kepada rakyat kecil. Pada masa Orde Lama, konsep Marhaenisme banyak mewarnai agenda politik negara dalam melawan neokolonialisme dan mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan mandiri.
Namun, pengaruh Marhaenisme meredup pada masa Orde Baru ketika pemerintah lebih berorientasi pada kapitalisme dan pembangunan yang terpusat pada kekuasaan negara. Pada masa ini, prinsip-prinsip Marhaenisme dianggap kurang relevan dengan model pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi melalui investasi modal asing dan kebijakan ekonomi liberal. Meskipun demikian, nilai-nilai Marhaenisme tetap hidup dalam gerakan-gerakan sosial yang muncul dari kalangan buruh, petani, dan aktivis yang menolak dominasi kapitalisme yang berlebihan.
Relevansi Marhaenisme dalam Politik Modern: Tantangan dan Peluang
Dalam politik modern, Marhaenisme mendapatkan tempatnya kembali sebagai respons terhadap ketimpangan sosial-ekonomi yang meningkat. Globalisasi, meskipun membawa kemajuan ekonomi, juga memperluas jurang ketimpangan antara golongan kaya dan miskin. Banyak negara, termasuk Indonesia, kini menghadapi tantangan serius dalam mengatasi ketidakadilan yang dihasilkan dari model ekonomi yang terlalu berfokus pada pertumbuhan dan keuntungan tanpa memperhatikan dampaknya pada rakyat kecil.
Di Indonesia, berbagai partai politik dan kelompok masyarakat saat ini mulai merujuk kembali pada nilai-nilai Marhaenisme sebagai landasan perjuangan politik mereka. Gerakan ini berusaha memperjuangkan hak-hak buruh, petani, dan masyarakat yang terpinggirkan oleh sistem ekonomi yang eksploitatif. Sebagai contoh, agenda-agenda yang diusung oleh partai-partai dengan semangat kerakyatan, seperti jaminan sosial, reforma agraria, dan pembangunan ekonomi berbasis kerakyatan, adalah bentuk nyata dari pengaruh Marhaenisme dalam politik modern.
Namun, tantangan besar yang dihadapi Marhaenisme di era modern adalah bagaimana ideologi ini dapat diterapkan dalam konteks globalisasi dan kapitalisme yang semakin kompleks. Konsep kemandirian ekonomi yang diusung oleh Marhaenisme kerap kali sulit diwujudkan di tengah ketergantungan yang tinggi pada investasi asing dan persaingan global yang ketat. Selain itu, politik modern yang kerap terpolarisasi dengan kepentingan elit dan oligarki juga menjadi penghalang bagi ide-ide Marhaenisme yang berfokus pada keadilan sosial bagi semua lapisan masyarakat.
Marhaenisme dan Kebijakan Sosial Ekonomi yang Inklusif
Dalam konteks kebijakan sosial, Marhaenisme tetap relevan sebagai dasar untuk membangun kebijakan inklusif yang menempatkan rakyat kecil sebagai subjek utama pembangunan. Nilai-nilai Marhaenisme telah mendorong munculnya berbagai kebijakan sosial yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, seperti program bantuan sosial, pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta pendidikan dan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin. Pemerintah yang menerapkan kebijakan dengan semangat Marhaenisme akan lebih memperhatikan kebutuhan rakyat kecil, berupaya mengurangi ketergantungan pada modal asing, dan membangun kemandirian ekonomi melalui penguatan sektor-sektor produktif dalam negeri.
Di beberapa negara lain, Marhaenisme juga dapat ditemukan dalam bentuk kebijakan pro-rakyat seperti yang diterapkan di negara-negara Skandinavia yang mengusung kesejahteraan sosial. Meskipun tidak menggunakan istilah Marhaenisme secara langsung, nilai-nilai yang sejalan dengan Marhaenisme, seperti pemerataan ekonomi dan keadilan sosial, terlihat dalam berbagai kebijakan sosial yang memastikan setiap warga negara mendapatkan akses yang setara terhadap sumber daya.
Masa Depan Marhaenisme dalam Politik Modern
Pengaruh Marhaenisme dalam politik modern menunjukkan bahwa ideologi ini masih memiliki relevansi, terutama di tengah ketimpangan ekonomi dan sosial yang makin terlihat. Marhaenisme menawarkan kritik yang kuat terhadap sistem kapitalis yang tidak adil, sekaligus menyediakan dasar bagi perjuangan politik yang berpihak pada kepentingan rakyat kecil. Bagi Indonesia, kembalinya Marhaenisme sebagai inspirasi politik dapat menjadi salah satu cara untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Namun, untuk menjawab tantangan zaman, Marhaenisme perlu diperbarui dan disesuaikan dengan konteks ekonomi-politik yang ada sekarang. Di era digital dan globalisasi ini, Marhaenisme perlu bertransformasi menjadi ideologi yang inklusif, yang tidak hanya melibatkan kaum petani atau buruh, tetapi juga memperhatikan rakyat kecil di sektor informal dan mereka yang berada di wilayah marjinal. Melalui semangat Marhaenisme yang diperbarui, politik modern dapat bergerak menuju keadilan yang lebih nyata bagi seluruh lapisan masyarakat.
Daftar Pustaka:
- Soekarno. Di Bawah Bendera Revolusi. Panitia Penerbit, 1965.
- Lubis, Mohtar. Nalar Politik Soekarno. Gramedia, 1991.
- Shiraishi, Takashi. An Age in Motion: Popular Radicalism in Java, 1912-1926. Cornell University Press, 1990.
- Goodwin, Jeff. No Other Way Out: States and Revolutionary Movements, 1945–1991. Cambridge University Press, 2001.