Filsafat Cinta: Mengapa Cinta Perlu Dipelajari?

Jelajahi pemikiran Erich Fromm tentang cinta sebagai seni yang harus dipelajari. Artikel ini akan membahas cinta autentik di tengah keterasingan manusia modern akibat konsumerisme dan individualisme.

"Manusia modern terasing dari dirinya sendiri, dari sesamanya, dan dari alam..."

Begitulah Erich Fromm, dengan gaya khasnya yang lugas, membuka bukunya yang terkenal, Seni Mencintai. Sebuah diagnosis yang tajam, yang sayangnya masih relevan hingga saat ini, bahkan mungkin semakin relevan.

Manusia modern, terjebak dalam pusaran konsumerisme dan individualisme yang tak berujung, semakin terasing dari dirinya sendiri, dari orang lain, dan dari dunia di sekitarnya. Dalam kondisi seperti ini, yang ironisnya diperparah dengan teknologi yang seharusnya "menyatukan" kita, bagaimana mungkin cinta bisa berkembang?

Fromm, tentu saja, tidak berhenti pada diagnosis yang suram ini. Ia menawarkan sebuah jalan keluar, sebuah alternatif bagi manusia modern yang ingin keluar dari penjara keterasingan ini. Jalan keluar itu adalah cinta.

Namun, cinta yang dimaksud Fromm bukanlah cinta romantis picisan yang sering kita temukan dalam film-film Hollywood atau novel-novel cinta yang menjual mimpi. Cinta, dalam pandangan Fromm, adalah sebuah seni, sebuah keahlian yang perlu dipelajari dan dipraktikkan.

Cinta dan Kenikmatan: Perspektif Psikoanalisis

Menarik untuk membandingkan pemikiran Fromm tentang cinta dengan konsep kenikmatan dalam psikoanalisis. Kenikmatan di sini merujuk pada hasrat obsesif yang menghancurkan, hasrat yang menuntut pemenuhan total dan karenanya mustahil untuk dipenuhi. Jatuh cinta, dalam perspektif ini, dapat dilihat sebagai pengejaran akan kenikmatan, pengejaran akan objek yang—dalam fantasinya—menjanjikan kepuasan absolut. Namun, karena objek ini pada dasarnya tidak ada, pengejaran ini pasti berakhir dengan kekecewaan dan frustrasi.

Fromm, meskipun tidak secara eksplisit menggunakan istilah ini, telah mengantisipasi pandangan ini. Ia dengan tajam mengkritik ilusi "jatuh cinta" yang menjanjikan penyatuan absolut dengan yang lain. Fromm melihat bahwa keintiman yang tiba-tiba ini sangatlah rapuh. Ketika kedua orang ini telah saling mengenal lebih dekat, keintiman yang mereka rasakan akan memudar. Yang tersisa hanyalah kekecewaan dan keterasingan yang lebih mendalam.

Di sinilah letak relevansi Fromm di dunia modern. Saya melihat bahwa Fromm, dengan kritiknya terhadap konsumerisme dan individualisme, telah menyentuh akar dari masalah keterasingan manusia modern.

Kita hidup di dunia di mana segala sesuatu, termasuk cinta, telah menjadi komoditas yang bisa dikonsumsi dan dibuang begitu saja. Kenikmatan instan, hubungan tanpa komitmen, dan kepuasan yang dangkal telah menjadi norma. Dalam dunia seperti ini, Fromm mengingatkan kita akan pentingnya cinta yang autentik, cinta yang menuntut usaha, dedikasi, dan keberanian.

Mengapa Cinta Perlu Dipelajari?

"Hampir tak ada tindakan, usaha, yang diawali dengan harapan dan ekspektasi sebesar itu dan sering gagal, melebihi cinta."

Kalimat Fromm ini seharusnya menjadi peringatan bagi kita semua. Cinta bukanlah sesuatu yang mudah atau remeh. Cinta adalah sebuah tantangan, sebuah perjuangan yang menuntut keseriusan dan ketekunan. Cinta adalah sebuah seni yang perlu dipelajari, dipahami, dan dipraktikkan.

Lantas, mengapa cinta perlu dipelajari? Fromm menawarkan beberapa alasan:

  • Cinta tidak selalu datang dengan sendirinya. Banyak orang yang mendambakan cinta, tetapi tidak tahu bagaimana mencarinya atau mempertahankannya. Mereka pasif dan bergantung pada keberuntungan. Fromm mengajak kita untuk menjadi aktif dalam menciptakan cinta.
  • Cinta dapat disalahpahami. Banyak orang yang menyamakan cinta dengan nafsu, ketergantungan, atau obsesi. Mereka terjebak dalam ilusi cinta. Mereka mengejar kenikmatan yang ilusif dan menghancurkan. Fromm mengajak kita untuk membedakan antara cinta yang sejati dan cinta yang palsu.
  • Cinta membutuhkan keterampilan. Mencintai dengan baik memerlukan keterampilan berkomunikasi, menyelesaikan konflik, dan memahami kebutuhan diri sendiri dan orang lain. Ini adalah keterampilan yang perlu diasah. Fromm memberikan panduan konkret tentang bagaimana mengembangkan keterampilan-keterampilan ini.

Menurut saya, Fromm, dengan penekanannya pada pentingnya belajar mencintai, telah memberikan sebuah kontribusi yang sangat berharga bagi pemikiran manusia. Di dunia yang semakin kompleks dan tidak pasti ini, di mana nilai-nilai kemanusiaan semakin terpinggirkan, Fromm mengingatkan kita akan pentingnya cinta sebagai dasar dari kehidupan yang bermakna.

Apa yang Perlu Dipelajari tentang Cinta?

Fromm membahas beberapa aspek penting yang perlu dipelajari tentang cinta, antara lain:

  • Cinta sebagai sebuah tindakan. Cinta bukanlah sekedar perasaan, melainkan sebuah tindakan kehendak yang melibatkan perhatian, tanggung jawab, rasa hormat, dan pengetahuan. Mencintai bukanlah tentang "merasakan" sesuatu, melainkan tentang "melakukan" sesuatu.
  • Cinta sebagai sebuah seni. Cinta adalah sebuah seni yang perlu dipelajari dan dipraktikkan. Sebagaimana seni lainnya, cinta menuntut disiplin, konsentrasi, dan kesabaran. Cinta juga menuntut kerendahan hati, keberanian, dan keyakinan.
  • Objek-objek cinta. Fromm membedakan antara beberapa objek cinta, yaitu cinta persaudaraan, cinta keibuan, cinta erotis, cinta diri, dan cinta Tuhan. Setiap objek cinta memiliki karakteristik dan tantangannya sendiri.

Ketiga aspek ini, dalam pandangan saya, membentuk sebuah kerangka berpikir yang komprehensif tentang cinta. Fromm tidak hanya memberikan definisi tentang cinta, tetapi juga menunjukkan bagaimana cinta itu dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagaimana Cara Mempelajari Seni Mencintai?

Fromm menawarkan beberapa panduan praktis tentang bagaimana mempelajari seni mencintai, antara lain:

  • Mengembangkan cinta diri. Menerima diri sendiri apa adanya dan memenuhi kebutuhan diri sendiri adalah fondasi untuk mencintai orang lain. Fromm menyentuh inti dari tindakan etis: mencintai yang lain apa adanya, bukan sebagai pelengkap dari kekurangan kita sendiri.
  • Mempraktikkan cinta persaudaraan. Mengembangkan rasa empati, solidaritas, dan kepedulian terhadap sesama manusia. Ini adalah sebuah tantangan yang semakin relevan di era globalisasi ini. Bisakah kita mencintai sesama manusia terlepas dari ras, agama, atau ideologi mereka?
  • Menghilangkan sikap posesif dan narsistik. Cinta yang sejati adalah memberikan kebebasan dan mendukung pertumbuhan orang yang dicintai. Ini adalah sebuah paradoks: dengan melepaskan, kita justru mendapatkan. Dengan memberikan kebebasan pada yang lain, kita justru memperkaya kehidupan kita sendiri.
  • Membangun komunikasi yang efektif. Belajar untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran dengan jujur dan terbuka. Ini adalah dialektika cinta: penyatuan dan pemisahan, keintiman dan kebebasan, semua terjadi pada saat yang bersamaan.

Panduan-panduan praktis ini, menurut saya, sangat relevan bagi manusia modern yang ingin membangun hubungan yang sehat dan bermakna. Fromm, dengan pendekatannya yang humanistic, menunjukkan bahwa cinta bukanlah sebuah utopia, melainkan sebuah possibility yang nyata.

Cinta sebagai Jalan Menuju Kebaikan

Erich Fromm, dalam Seni Mencintai, menawarkan sebuah proyek etis yang ambisius: mempelajari seni mencintai. Ini bukanlah tugas yang mudah, terutama dalam masyarakat modern yang terasing dan individualistik ini. Namun, Fromm percaya bahwa manusia mampu untuk mengatasi keterasingan ini dan membangun dunia yang lebih baik, dunia yang didasarkan pada cinta, keadilan, dan solidaritas.

Fromm seolah-olah menawarkan sebuah cetak biru untuk memperbaiki dunia. Cinta adalah kekuatan yang mampu untuk menyembuhkan luka-luka dunia, untuk meruntuhkan tembok-tembok pemisah, dan untuk menyatukan manusia.

Mempelajari seni mencintai, karenanya, bukanlah sekadar persoalan pribadi, melainkan juga persoalan sosial dan politik. Ini adalah tugas yang menuntut komitmen dan keberanian. Ini adalah tugas yang menantang kita untuk keluar dari zona nyaman kita.

Saya melihat bahwa Fromm, dengan pemikirannya tentang cinta, telah memberikan sebuah legacy yang tak ternilai harganya bagi umat manusia. Di tengah-tengah kegelapan dan keputusasaan yang melanda dunia modern, Fromm menawarkan sebuah beacon of hope, sebuah cahaya yang membimbing kita menuju masa depan yang lebih baik.

Referensi

Fromm, Erich (2018). Seni Mencintai. Terj. Aquarina Kharisma Sari. Yogyakarta: Basabasi.

Admin

Sabda Literasi Palu

Platform yang menawarkan artikel dengan pemikiran filosofis mendalam, koleksi ebook eksklusif dan legal, serta layanan penyelesaian tugas kuliah dan sekolah yang terpercaya.

Rekomendasi Artikel

Produk Kami